Perusahaan konstruksi dan investasi, PT PP (Persero) Tbk. (PTPP) melakukan klarifikasi atas beberapa indikasi pemberitaan di tengah merebaknya isu kinerja BUMN Karya. Sekretaris Perusahaan PT PP Bakhtiyar Efendi mengungkapkan, perseroan berhasil menumbuhkan tingkat kesehatan di tahun 2022 menjadi 75,75 dari tahun sebelumnya sebesar 71,25 dengan kategori Sehat A.
Penilaian tingkat kesehatan perusahaan ini dinilai berdasarkan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia dengan Nomor KEP-100/MBU/2022 tentang penilaian ingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara. Penilaian Tingkat Kesehatan tersebut dinilai berdasarkan 3 (tiga) aspek penilaian yang meliputi aspek keuangan, aspek operasional, dan aspek administrasi yang terdapat pada perusahaan.
“PTPP menekankan bahwa kondisi perusahaan saat ini dalam keadaan sehat tercermin dari hasil tingkat kesehatan yang telah dinilai oleh KAP secara objektif,” ujarnya dam keterangan tertulis, Jumat (14/4).
Bakhtiyar mengatakan, dalam hal kemampuan melunasi kewajibannya, perseroan berhasil memperoleh kembali peringkat Single A (idA) dengan outlook stabil dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo). Peringkat perusahaan tersebut berlaku selama 1 tahun sejak Maret 2023 sampai dengan Maret 2024.
“Peringkat Single A menandakan bahwa PTPP memiliki kemampuan yang kuat untuk memenuhi komitmen keuangan dalam jangka panjang,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, kenaikan hutang perusahaan sejalan dengan kenaikan asset dan pendapatan usaha perusahaan sehingga dapat dikatakan hal tersebut adalah wajar. “Sejak tahun 2016, PTPP telah melakukan berbagai aksi korporasi besar melalui pembentukan BUJT dan aktivitas investasi lainnya, seperti pendirian PT PP Infrastruktur, PT PP Semarang Demak, PT KIT Batang, PT Celebes Railways Indonesia, PT Jasamarga Balikpapan Samarinda, PT Jasamarga Pandaan Malang, dan lainnya,” sebutnya.
Pendanaan ini berkontribusi terhadap laba perusahaan baik melalui sinergi lini bisnis, maupun peluang mendapatkan proyek baru melalui kegiatan investasi.
Sementara, meninjau rasio kas perusahaan, data menunjukkan adanya penurunan, namun hal tersebut terjadi dikarenakan adanya penyerapan terhadap dana Rights Issue dan PMN yang berhasil dihimpun perusahaan pada tahun 2016 lalu.
Perseroan menghimpun dana segar dari hasil Penawaran Umum Terbatas (PUT) melalui program Rights Issue sebesar Rp 2,16 triliun dan Penyertaan Modal Negara (PMN) dari Pemerintah sebesar Rp 2,25 triliun.
Sampai dengan saat ini, PTPP telah merealisasikan penyerapan dana tersebut sebesar 24% untuk memenuhi kebutuhan modal kerja perseroran, dan sisanya sebesar 76% telah digunakan sebagai modal belanja perusahaan untuk mendukung program pemerintah dalam pengembangan proyek infrastruktur prioritas, seperti pembangunan kawasan pelabuhan, jalan tol, apartemen menengah, kawasan industri, dan pembangkit listrik.
Dalam rangka peningkatan arus kas perusahaan, perseroan telah melakukan aksi korporasi berupa pelepasan asset entitas asosiasi, yaitu Jalan Tol Pandaan Malang, Jalan Tol Medan Kualanamu Tebing Tinggi, dan Jalan Tol Cisumdawu.
Kedepannya, perseroan akan melanjutkan penguatan arus kas untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan melalui pelepasan asset. Perseroan juga akan terus memperkuat core business konstruksinya dengan selektif dalam pemilihan proyek-proyek prospektif yang berkontribusi terhadap laba maupun arus kas perusahaan.
“Di tengah pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu, perusahaan masih berhasil membukukan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp 311 miliar,” ungkapnya.
Secara tahunan, kontrak baru tumbuh sebesar 46,64%, pendapatan usaha tumbuh sebesar 12,87%, dan laba kotor tumbuh sebesar 23%. Kontribusi utama kinerja perusahaan didominasi oleh core business induk dengan pendapatan usaha sebesar Rp 12,11 triliun, hal ini menunjukkan kekuatan lini bisnis PTPP di sektor konstruksi.
“Adanya transformasi lini bisnis perusahaan mengakibatkan adanya kenaikan terhadap kewajiban tetapi hal ini juga diimbangi oleh kenaikan asset dan struktur permodalan perusahaan sehingga hal tersebut adalah wajar. Penilaian terhadap kondisi perusahaan harus berdasarkan data yang objektif, relevan, dan komprehensif,” pungkasnya.