Kala TB Silalahi Melarang Kiriman Bunga – Mengganti Kado Kawinan dengan Angpao
Begitu pulang ke rumah usai dilantik sebagai menteri Penertiban Aparatur Negara (PAN), Tiopan Bernhard (TB) Silalahi takjub sekaligus prihatin. Dia dan istri nyaris tak bisa masuk karena terhalang oleh aneka karangan bunga ucapan selamat. Para pengirimnya tak cuma sahabat dan kerabat tapi para pengusaha yang umumnya tak dia kenal https://143.42.75.229.
Secara hitungan kasar, total nilai karangan bunga tersebut lebih dari Rp 50 juta.
Sepekan kemudian dia menerbitkan kebijakan yang melarang aparatur negara menerima karangan bunga dan bingkisan khususnya dari para pengusaha. Respons positif diperlihatkan konglomerat Sudono Salim atau Om Liem alias Liem Sio Liong. Ketika ada kerabatnya yang meninggal, pihak keluarga buru-buru memasang iklan di koran agar para pihak yang bersimpati tidak mengirimkan karangan bunga. Sebagai gantinya, bila mau menyumbang lebih baik dalam bentuk uang yang akan digunakan lagi untuk kepentingan sosial.
“Toh begitu, keluarga Salim masih menerima tiga truk kiriman bunga. Jumlah itu jauh berkurang dari biasanya yang mencapai puluhan truk,” kata TB Silalahi dalam memoar, ‘TB Silalahi Bercerita tentang Pengalamannya’ yang ditulis Atmadji Sumarkidjo, 2008.
Tentu tak semua happy dengan kebijakan yang dibuat TB, salah satunya asosiasi importir bunga. Pelindungnya adalah Ibu Tien Soeharto, first lady Indonesia. TB Silalahi pun dipanggil ke Cendana. Kepada sang ‘Ibu Negara’ dia menjelaskan larangan hanya untuk aparatur negara bukan masyarakat luas. Kebijakan itu juga tidak akan mematikan petani bunga karena faktanya bunga yang beredar kebanyakan diimpor dari negara lain dengan nilai mencapai jutaan dolar.
Penghargaan untuk Indonesia di Festival Bunga Pasadena, Amerika, kata dia, adalah palsu. Karena bunga yang digunakan bukan dari Indonesia. Begitu pun desainer. Ibu Tien tersenyum dan manggut-manggut. “Ternyata Pak TB tidak benci bunga,” ujarnya kemudian.
Di waktu lain, Menpan TB Silalahi juga menerbitkan aturan soal pola hidup sederhana. Dia antara lain melarang perhelatan acara pernikahan bagi keluarga pejabat, ulang tahun, perayaan tertentu di hotel mewah.
Terkait kebiasaan mengirim kado dalam acara perkawinan, dia menggagas kotak uang untuk menggantikannya. Memberikan uang dalam amplop atau angpao akan lebih praktis dan bermanfaat bagi mempelai dan keluarganya ketimbang kado berisi piring dan berbagai perkakas rumah tangga.
Suatu hari TB Silalahi menerima undangan perkawinan yang di dalamnya tertulis kalimat, “Kami berdua bercita-cita sesudah acara pernikahan ini dapat dikaruniai kemampuan membeli rumah sederhana KPR-BTN. Semoga Anda dapat membantu mewujudkannya dengan tidak memberi kado dalam bentuk barang.”
Kebijakan yang dibuat TB seperti itu sempat juga menjadi pembahasan di rubrik ‘Surat Pembaca’ sebuah koran. Dia secara garis besar ikut merespons, bahwa budaya memberi kado sebetulnya meniru praktik di negara-negara Barat yang masyarakatnya sudah mapan. Di sana ada Hari Ayah, Ibu, Valentine, Natal, dan lainnya yang antara lain diisi dengan saling tukar kado.
“Itu berbeda dengan budaya di Jepang yang praktis. Tak perlu repot memilih atau membawa kado, cukup menyelipkan uang ke dalam amplop sebagai hadiah,” papar TB Silalahi.
TB Silalahi yang lahir di Pematang Siantar, 17 April 1938 merupakan lulusan AMN 1961. Dia pernah terlibat dalam operasi penumpasan DI/TII pada 1972, dan diutus ke Timur Tengah sebagai pasukan PBB ketika terjadi perang antara Israel dan Mesir.
TB Silalahi juga menjadi bagian dari komandan kamp Pasukan Darurat PBB untuk kawasan Timur Tengah yang bermarkas di Kairo, Mesir.
Sebelum menjadi menteri, TB Silalahi menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian Energi mendampingi Ginandjar Kartasasmita. Pada Senin (13/11/2023) dia mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.