Beberapa raksasa perbankan Amerika Serikat (AS) seperti JPMorgan Chase & Co. dan PNC Financial Services Group Inc. sedang bersaing untuk membeli First Republic Bank. Hal ini terjadi setelah First Republic Bank disita otoritas berwenang atas pemberi pinjaman bermasalah.
Sumber mengatakan pada Wall Street Journal (WSJ) bahwa penjualan First Republic kemungkinan akan terjadi paling cepat akhir pekan ini. Meski begitu, belum ada pernyataan resmi dari First Republic dan Federal Deposit Insurance Corp. (FDIC) selaku pihak yang menyita.
First Republic telah terhuyung-huyung selama berminggu-minggu setelah kegagalan 10 Maret sesama pemberi pinjaman California, Silicon Valley Bank. Kehancuran SVB memicu kepanikan pelanggan First Republic untuk menarik sekitar US$ 100 miliar deposito dalam hitungan hari.
Hal ini berdampak pada performa saham bank yang berpusat di San Francisco itu. Tercatat saham First Republic kehilangan sekitar 97% dari nilainya.
Sekelompok bank terbesar di negara itu, termasuk JPMorgan dan PNC, mencoba menopang First Republic dengan deposit US$ 30 miliar. Namun angka ini dirasa tidak cukup.
“First Republic mempertimbangkan penjualan atau suntikan modal di luar dan menyewa bankir investasi untuk memberi nasihat tentang pilihannya,” lapor WSJ, Sabtu, (29/4/2023).
Penyitaan dan penjualan First Republic akan menjadi bank terbesar kedua yang gagal dalam sejarah AS. Pasalnya, aset bank itu mencapai US$ 233 miliar.
First Republic merilis laporan pendapatan triwulanan yang suram pada hari Senin yang memberikan rincian baru tentang tingkat kerusakan dari deposit yang dijalankan.
Analis telah menyoroti hambatan-hambatan yang dapat mempersulit upaya penyelamatan bagi First Republic. Salah satunya adalah penjualan aset yang dirasa membutuhkan waktu dan juga kenaikan suku bunga.
“Aset (First Republic) akan dijual, tetapi mungkin membutuhkan waktu dan dapat dijual dengan diskon yang cukup besar,” kata David Wagner, manajer portofolio di Aptus Capital Advisors.
“Itu (First Republic) adalah aset bagus, hanya suku bunga buruk,” timpal Christopher Wolfe, kepala riset bank Amerika Utara di Fitch Ratings.